Jam dinding di keluargaku tepat
menunjukkan pukul 9 malam. Hujan semakin deras. Rumah terasa semakin sepi.
Samar-samar terdengar, “tok...tok..tok..”.
Bukan main! Listrik di rumahku
seketika padam. Terdengan teriakkan keras di telingaku. “Argghhh!”, rupanya...
***
Sontak aku terbangun dari mimpiku
tadi. Jujur saja, aku masih mengantuk. Tapi apalah daya. Aku tak dapat kembali
meralip ketika terbangun. Dengan sengaja aku memejamkan mataku selama 22 menit,
namun tetap saja aku tidak terbawa ke dalam arus mimpi.
Hap! Mataku membelalak di dalam gelap. Aku teringat dengan
portofolioku yang sama sekali belum kukerjakan. “Hmm, mungkin aku mimpi seperti
itu gara-gara kepikiran tugas ini.”, gumamku dalam hati. Ya, mungkin saja.
Karena terlalu banyak pikiran, tugasku terenyuh hingga ke alam mimpi. Tetapi
kemungkinan lainnya yang membuatku terbangun adalah bahwa Tuhan sengaja
membangunkanku untuk mengerjakan portofolio sebanyak 10 halaman itu. Sungguh,
malas ini bukan main! Sebenarnya aku enggan mengerjakan tugas tersebut. Tetapi
entah mengapa ada sesuatu yang mendorongku untuk mengerjakannya.
3 jam kubiarkan tanganku melekat
di atas papan pijit di komputer jinjingku untuk mengerjakan tugas itu sembari
terkantuk-kantuk. Lelah sekaligus haus telah kutahan semenjak terbangun demi
tuntasnya portofolio ini. “Finally! Akhirnya!”,
ucapku sembari tersenyum simpul. Tugasku yang bisa kukatakan tidak berguna ini
akhirnya selesai. Sontak, kurogoh ponselku yang membeku selama 10 jam di tasku
guna melihat pemberitahuan yang masuk. Tetapi, belum sempat aku melihat
pemberitahuan itu, aku terkaget. Ternyata waktu menunjukkan pukul 04:30 pagi.
Saatnya bersiap, meski sebenarnya aku enggan bersiap sangking terkantuknya.
Ya, seperti biasa, aku mandi dan
bergegas. Aku menyiapkan bekalku seorang diri dan memanaskan motor. 10 menit
kemudian aku bergegas menuju sekolah. Tetapi sebelumnya, aku memasangkan lagu
pada ponselku untuk kudengarkan melalui kabel. Ya, lagu yang kuputar tentu saja
adalah lagu yang kusukai, judulnya “Satu” yang dinyanyikan oleh rapper asal Sumatera Utara, Siantar Rap
Foundation feat Putri Ci. Tentu saja
lagu tersebut tidak kuputar secara berulang, melainkan aku masukkan ke dalam 1
daftar putar (playlist) bersamaan
dengan lagu bergenre rap lainnya. Dengan beralaskan semangat, aku pun
mengendarai motor sembari ngerap.
“Astaga!”, pikirku yang kemudian
terucap di bibirku sembari mengendarai motor. Mungkin kalian bisa menduganya,
mungkin juga tidak. Aku melupakan sesuatu. Minum obat. Tenang saja, aku bukan
pengonsumsi obat-obat terlarang ataupun pengidap penyakit kejiwaan. Hanya obat
gastritis alias obat maag. Mungkin saat aku menulis cerita ini, aku lupa
menceritakan bahwa sebenarnya aku dalam keadaan terburu-buru saat berangkat
karena aku harus mencetak 10 halaman portofolioku. Kalian bisa membayangkan
apabila aku telat datang ke sekolah dengan keadaan koperasi siswa yang sudah
membludak di pagi hari, entah karena mencetak hasil ketikan lah, membeli alat tulis lah, fotocopy
lah, atau bahkan koperasi yang tengah dipenuhi oleh murid laki-laki yang
hanya sekedar “modus” untuk menggoda anak perempuan. Huft!
***
Lewat tengah hari. Matahari
tampak sengit, namun tidak sesengit biasanya. Aku pun pulang lebih awal.
Guru-guruku mengadakan rapat. Karena jadwal pulang lebih cepat, aku pergi
dengan kawan akrabku untuk makan siang. Ya biasa, di pengkolah Gang 51, nama
kedainya “Dua Puluh Dua”. Kali ini kami memsan 2 cangkir jus alpukat dan 2
porsi nasi goreng. Ucap kawanku : “Kau tumben tak makan nasi + ikan. Kenapa kau
malah makan nasi goreng?”
“Gapapa sih. Aku mau nyoba menu lain soalnya”, balasku.
“Oh, kukira kau sengaja pesan nasi goreng biar sama denganku”, ucap
kawanku.
“Hahahaha, sebenarnya iya sih”, ujarku sembari tertawa.
Setelah aku tertawa, aku berpikir sejenak, “Aduh, kenapa aku
malah jujur? Harusnya kan aku bisa
debat sama dia dari hal sekecil itu”. Ya, sebenarnya aku suka sekali berdebat
dengan kawanku ini. Entah berdebat soal politik, pendidikan, agama, kehidupan,
hingga hal-hal yang tidak berguna. Salah satu hal yang tidak berguna itu adalah
ketika aku menemukan potret dirinya yang sedang tidur. Saat itu, aku
mengirimkan potretnya itu kepadanya melalui pesan daring, namun ia langsung
menginterogasiku, begini :
“Heh, darimana kau dapat potretku itu?”, ketiknya.
“Hmm, dari mana ya?”, balasku.
“Cepat jawab!”, perintahnya.
“Untuk apa kau tahu aku dapat dari mana?”, ucapku.
“Itu kan potretku. Aku berhak tahu lah!”, balasnya.
“Tapi sekarang kan
potretnya ada padaku. Jadi aku juga berhak untuk tidak memberitahukannya
padamu.”, tukasku.
“Ah kau
ini, intel-intel terus ya”, ucapnya mengakhiri percakapan daring tersebut.
Setelah makan siang, kami pun
pulang. Aku melanjutkan aktivitasku, yakni belajar sembari deiselingi dengan bermain
ponsel. Aku juga lekas membereskan rumah setelah belajar. Malam harinya, aku
bercengkrama ria dengan keluargaku. Aku tertawa terbahak-bahak mendengar cerita
ayahku yang gemar berguyon. Tetapi, hujan datang secara tiba-tiba sehingga
guyonan ayah kalah terdengan dibandingkan suara petir yang terlalu keras. Jam
dinding di keluargaku tepat menunjukkan pukul 9 malam. Hujan semakin deras.
Rumah terasa semakin sepi. Samar-samar terdengan, “tok..tok...tok...”
Bukan main! Listrik di rumahku
seketika padam. Terdengan teriakkan keras di telingaku. “Argghhh!”, rupanya...
***
“Lha. Teringatnya, itu mimpiku
semalam”, pikirku. Tanpa pikir panjang, aku langsung merogoh ponselku di saku
celana, memulai obrolan daring dengan kawanku yang tadi kuceritakan.
“Hei, kau tahu sesuatu, tak?”, mulaiku.
“Tahu apa?”, balasnya segera.
“Aku de javu”,
ucapku.
Kuceritakanlah segala sesuatu yang aku alami kepadanya.
Namun aku terkejut mendengar suatu hal darinya.
“1
minggu yang lalu, aku mengalami hal yang persis denganmu. Kau tidak mengintip
jendela kan saat mendengar suara dari
balik pintu?”, tulisnya dalam obrolan.
“Engga, ga kuintip.”
“Jangan kau intip!”
“Hah? Kenapa?”
“Pokokonya jangan kau
intip. Kasih tahu keluargamu.”
Baru saja ia selesai menulis kalimat itu, ayahku
sekonyong-kontong membuka pintu. Aku sontak berteriak : “Pa, jangan!”, tetapi
omonganku terelakkan alias kalah cepat. Dan kalian tahu apa yang terjadi?
Sesosok misterius ada di balik pintu. Ia bertudung hitam dan berjubah hitam.
Kami semua langsung berteriak : “Arrgghhhhhh!!!”
Rupanya
itu abangku! Listrik yang sempat padam tiba-tiba hidup setelah teriakan itu
memecah suasana. Abangku pun segera membuka tudungnya setelah mendengar kami
berteriak. “Hahahaha tenang saja, ini aku!”, ucap abangku sembari tertawa. Usut
punya usut, abangku ini sudah bekerja sama dengan kawanku tadi. Tetapi ada 1
hal yang tidak kumengerti, mengapa kejadian tadi bisa berhubungan dengan
mimpiku semalam? Aha! Teringatnya, abangku dan kawanku ini memiliki kemampuan
bertelepati, bahkan mereka bisa masuk ke dalam mimpi seseorang. Aku pun tertawa
keras ketika melamun, memecah suasana sepi di rumahku.
Comments
Post a Comment